Jumat, 21 Maret 2014

4. Filosofi Moral Politik dan Etika Akuntansi : Mengapa Akuntan Harus Menjadi Baik?

Bagian akan membahas perdebadatan antara self-interest dari pribadi akuntan atau interest profesi dan fokus pada basis sosial-politik yang lebih luas dari perilaku etika. Bagian ini akan mengulas singkat beberapa literature filosofi moral politik  lebih luas untuk membangun pemahaman lebih lanjut dalam etika akuntansi atau paling tidak menyoroti pertanyaan fundamental bahwa pemahaman etika yang melonjak mengenai akuntansi harus digunakan. Literatur ini akan dibagi dua bagian. Bagian pertama adalah aliran tradisional yang menggambarkan pemikiran yang berlimpah yang dapat ditelusuri dari Jean-Jacques Rousseau dan konsepnya mengenai kotrak sosial. Bagian kedua adalah literatur post-structualist atau postmodern menyediakan titik yang berlawanan pada sejarah demokrasi politik. Tujuan dari dua bagian ini adalah memperluas jenis pertanyasan etika yag dialamatkan oleh akuntan ketika mereka mempertimbangkan etika profesional.
Rousseau dan Komunitas : Atau Siapa Saya?
Rousseau dikenal dengan kontrak sosialnya yang mencakup tidak hanya pada perilaku individu, seperti kebanyakan pertanyaan fundamental “siapa saya?” perspektif Rousseau adalah sebuah cakupan bahwa padangan mereka sendiri tidak diisolasi pada individu, tetapi lebih sebagai masyarakat, anggota dari kelompok dengan tanggung jawab seiring kepada orang lain tetapi juga tanggung jawab masyarakat secara umum kepada kelompok sebagai satu kesatuan. Gambaran Rousseau dari individu yang berada dalam komunitas, dengan tanggung jawab masyarakat kepada komunitas tersebut, menimbulkan pertanyaan yang menantang untuk akuntan. pertanyaan di awal adalah bagaimana akuntan mempersepsikan komunitas professional mereka, dan juga meluas pada fungsi dari akuntan pada masyarakat dan tindakan individu akuntan yang mungkin dibangun sebagai badan untuk melayani tujuan masyarakat. Fakta dari pendidikan akuntansi didasarkan pada asumsi implisit bahwa akuntansi berkontribusi pada pembangunan masyarakat karena dapat memaksimalkan utilitas keuangan dan membantu untuk melanjutkan sistem ekonomi liberal pasar bebas. Dari pengalaman, kita dapat membuat dua observasi, (1) mahasiswa dan praktisi akuntansi tidak terlihat sadar bahwa praktik akuntansi didasarkan pada sejumlah asumsi moral fundamental mengenai bagaimana itu berkontribusi pada masyarakat, (2) karena semua setelah Enron berupaya untuk mengarahkan kurangnya pendidikan etika  dalam profesi.
Hak dan Kewajiban
Perspektif Rousseau biasanya diasosiasikan dengan diskusi yang berkaitan dari hak dan kewajiban individu. Hubungan antara Rousseau dan hak terletak pada asumsi bahwa cara terbaik untuk memperkenalkan dan mempertahankan komunitas adalah mengakui bahwa anggota dari komunitas itu mempunyai hak yang pasti. Dalam akuntansi keuangan, praktik penyediaan seperangkat akun keuangan didasarkan pada hak berdasarkan hukum. Karena shareholdes adalah pemilik perusahaan, hak milik mereka memberi mereka hak informasi mengenai bagaimana uang mereka dan sumber daya digunakan. Bagaimanapun, ada badan yang berwenang yang menelusuri bagaimana perusahaan mempunyai kewajiban untuk memproduksi informasi untuk stakeholder berdasarkan hak asasi manusia. Yang menjadi pertanyaan adalah menentukan secara jelas hak asasi manusia yang harus dipunyai. Universal Declaration of Human Right mencantumkan hak asasi manusia secara komprehensif yang dapat dijadikan hak dasar bagi semua orang. Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah (1) ketika shareholder perusahaan mempunyai hak berdasarkan hukum saat menerima informasi, apakah kita berpikir mereka mempunyai hak untuk profit yang dihasilkan oleh perusahaan? Apakah pemilik perusahaan mempunyai hak profit, dan berapa banyak profit yang menjadi hak mereka? (2) apakah dari hak yang digambarkan pada deklarasi mempunyai konflik dengan hak dengan pemilik organisasi untuk menerima return dari investasi mereka?
Bagian kunci dari perdebatan ini adalah bagaimana hak individu ditentukan dan dipaksakan. Filosof Thomas Habermas mencoba untuk mengarahkan pertanyaan dengan memulai dari asumsi dasar mengenai keadaan awal manusia. Hobbes, dalam karyanya bernama Leviathan, memulai dari posisi yang berbeda. Dia mengasumsikan bahwa individu mempunyai kecenderungan alami untuk menjadi prihatin terutama mengenai kepentingan mereka dan kemanusiaan. Hobbes mengatakan bahwa manusia secara alami mempunyai kepentingan pribadi, menyadari bahwa lepasnya kepentingan pribadi bukan pada kpentingan terbaik mereka, dan bahwa, pada faktanya, cara terbaik untuk mengamankan kebebasan individu adalah tunduk pada negara, dengan beberapa persyaratan tentu saja. John Stuart Mill menelusuri pertanyaan sejauh mana masyarakat masyarakat dapat menerima secara sah kebebasan individu. Banyak analisis Mill berfokus pada apa yang diketahui sebagai prinsip merugikan, dimana menyatakan bahwa tindakan diperbolehkan sepanjang tidak merugikan orang lain. Filosof selanjutnya adalah John Locke yang pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Hobbes. Locke menyatakan argument yang mirip untuk mengapa individu ingin menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah, bagaimanapun, Two Treaties of Government menunjukkan arah fungsi legitimasi dari institusi pemerintah dan bagaimana mereka melanjutkan pengamanan untuk legitimasi tersebut. Berdasarkan Rousseau, Hobbes, dan Locke, etika individu tidak lepas dari kaitannya dengan konteks lebih luas dari institusi pendukung. Poin dari pernyataan ini adalah bahwa akuntansi adalah praktik institusi.
Di atas telah dijelaskan bagaimana Universal Declaration of Human Right mencantumkan hak asasi manusia secara komprehensif yang dapat dijadikan hak dasar bagi semua orang. Cairo Declaration on Human Right dalam Islam menyajikan alternative hak dasar manusia. Hal ini penting dibahas karena pembahasan chapter ini menelusuri satu perspektif mengapa persoalan perilaku kita dan hubungan perspektif ini dengan pandangan umum hak asasi manusia. Alasan mengapa individu harus beretika dikaitkan dengan kepercayaan, dan hak individu diberikan oleh Tuhan. Ada dua praktik yang mengindikasikan kepercayaan dan praktik akuntansi. Pertama yaitu, Quakerism dan Ethical Investment yang mencoba untuk menerjemahkan kepercayaan mereka ke dalam keuangan. Methodists dan Quakers secara khusus memainkan peran berpengaruh dalam pengembangan Ethical Investment di UK dan US dimana mereka melarang investasi pada hal-hal yang terlarang, seperi rokok, persenjataan, alcohol, dan judi. Kedua, Akuntansi Islam. Akuntansi Islam dalam sistem Keuangan Islam dikondisikan dengan hukum syariah. Sistem Keuangan Islam melarang riba, pemberian yang harus dirahasiakan, dan alokasi dari dana lebih diberikan berdasarkan pada proyek yang bermanfaat dibandingkan pada return keuangan yang diekspektasikan.
Literatur filosofi moral politik mendorong kita berpikir profesi akuntan sebagai bagian dari struktur institusi politik, dan ini juga menyarankan bahwa banyak pertimbangan dari etika akuntansi harus memasukkan sejumlah refleksi konseptualisasi hak yang mempraktikkan dukungan akuntansi.
Emmanuel Levinas dan Fenomenologi Etika, atau Apakah Etika
 Levinas dan Rousseau menyajikan posisi yang berbeda, ada semakin banyak literature akademik yang fokus pada sinergitas antara mereka, khususnya pada hubungan aspek relasional etika dan pertanyaan “siapa saya?” persepektif Levinas terlihat secara signifikan dipengaruhi oleh sejarah Yahudi dan satu jalan untuk memulai kases pemikiran Levinas memulai sejarah dalam Old Testament. Pendirian Levinas adalah dalam merespon klaim orang lain bahwa individu menjadi subjek etika. Oleh sebab itu Levinas menelusuri aspek yang berhubungan dengan moralitas dari perspektif yang cukup berbeda dengan Rousseau. Zygmut Bauman mengungkapkan posisi Levinas sebagai berikut, “moralitas memulai dalam ‘tampakan per tampakan’, dan ‘moralitas adalah perjumpaan dengan yang lain sebagai tampakan.’ Tampakan, seperti kebanyakan aspek lain etika Levinas cukup tumpul, tetapi kita berpikir bahwa makna dikaitkan dengan fakta bahwa Levinas adalah murid dari Edmund Husserl, bapak fenomenologi. Levinas membawa perspektif fenomenologi ke dalam studi etika. Perspektif fenomenologi dimulau dengan pertanyaan ‘bagaimana sesuatu mewakili dirinya sendiri kepada kami?’ Jadi, boleh jadi ini tidak mengejutkan bahwa Levinas datang untuk bertanya,’bagaimana pengalaman etika menwakili dirinya sendiri kepada kami; apa yang akan diberikan oleh etika?’  dia menyimpulkan bahwa itu mewakili dirinya sendiri melalui orang lain, melalui perjumpaannya dengan tampakan; melalui tampakan ke tampakan. Levinas sangat tertarik pada fenomenologi dari kelainan dan menempatkan fenomenologi pemberian etika dalam hubungan antara diri dan orang lain.
Zygmunt Bauman menjelaskan ide Levinas dari asimetri etika :”tampakan ditemukan jika, dan hanya jika, hubungan saya kepada orang lain terprogram tidak simetris; ini tidak bergantung pada masa lalu, sekarang,diantispasi atau diharapkan untuk dibalas orang itu. Dengan kata lain tidak berkaitan dengan hak dan kewajiban seseorang. Dari perspektif Levinas, kita menjadi makhluk bermoral hanya dengan mengakui tanggung jawab kita kepada orang lain, individu, bukan pada kumpulan orang-orang yang dikatakan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar