Bagian akan membahas
perdebadatan antara self-interest dari pribadi akuntan atau interest profesi
dan fokus pada basis sosial-politik yang lebih luas dari perilaku etika. Bagian
ini akan mengulas singkat beberapa literature filosofi moral politik lebih luas untuk membangun pemahaman lebih
lanjut dalam etika akuntansi atau paling tidak menyoroti pertanyaan fundamental
bahwa pemahaman etika yang melonjak mengenai akuntansi harus digunakan.
Literatur ini akan dibagi dua bagian. Bagian pertama adalah aliran tradisional
yang menggambarkan pemikiran yang berlimpah
yang dapat
ditelusuri dari Jean-Jacques
Rousseau dan konsepnya mengenai kotrak sosial. Bagian kedua adalah literatur
post-structualist atau postmodern menyediakan titik yang berlawanan pada
sejarah demokrasi politik. Tujuan dari dua bagian ini adalah memperluas jenis
pertanyasan etika yag dialamatkan oleh akuntan ketika mereka mempertimbangkan
etika profesional.
Rousseau dan Komunitas : Atau Siapa
Saya?
Rousseau
dikenal dengan kontrak sosialnya yang mencakup tidak hanya pada perilaku
individu, seperti kebanyakan pertanyaan fundamental “siapa saya?” perspektif
Rousseau adalah sebuah cakupan bahwa padangan mereka sendiri tidak diisolasi
pada individu, tetapi lebih sebagai masyarakat, anggota dari kelompok dengan tanggung
jawab seiring kepada orang lain tetapi juga tanggung jawab masyarakat secara
umum kepada kelompok sebagai satu kesatuan. Gambaran Rousseau dari individu
yang berada dalam komunitas, dengan tanggung jawab masyarakat kepada komunitas
tersebut, menimbulkan pertanyaan yang menantang untuk akuntan. pertanyaan di
awal adalah bagaimana akuntan mempersepsikan komunitas professional mereka, dan
juga meluas pada fungsi dari akuntan pada masyarakat dan tindakan individu
akuntan yang mungkin dibangun sebagai badan untuk melayani tujuan masyarakat.
Fakta dari pendidikan akuntansi didasarkan pada asumsi implisit bahwa akuntansi
berkontribusi pada pembangunan masyarakat karena dapat memaksimalkan utilitas
keuangan dan membantu untuk melanjutkan sistem ekonomi liberal pasar bebas.
Dari pengalaman, kita dapat membuat dua observasi, (1) mahasiswa dan praktisi
akuntansi tidak terlihat sadar bahwa praktik akuntansi didasarkan pada sejumlah
asumsi moral fundamental mengenai bagaimana itu berkontribusi pada masyarakat, (2)
karena semua setelah Enron berupaya untuk mengarahkan kurangnya pendidikan
etika dalam profesi.
Hak dan Kewajiban
Perspektif
Rousseau biasanya diasosiasikan dengan diskusi yang berkaitan dari hak dan
kewajiban individu. Hubungan antara Rousseau dan hak terletak pada asumsi bahwa
cara terbaik untuk memperkenalkan dan mempertahankan komunitas adalah mengakui
bahwa anggota dari komunitas itu mempunyai hak yang pasti. Dalam akuntansi
keuangan, praktik penyediaan seperangkat akun keuangan didasarkan pada hak
berdasarkan hukum. Karena shareholdes adalah pemilik perusahaan, hak milik
mereka memberi mereka hak informasi mengenai bagaimana uang mereka dan sumber
daya digunakan. Bagaimanapun, ada badan yang berwenang yang menelusuri
bagaimana perusahaan mempunyai kewajiban untuk memproduksi informasi untuk
stakeholder berdasarkan hak asasi manusia. Yang menjadi pertanyaan adalah
menentukan secara jelas hak asasi manusia yang harus dipunyai. Universal
Declaration of Human Right mencantumkan hak asasi manusia secara komprehensif
yang dapat dijadikan hak dasar bagi semua orang. Yang kemudian menjadi
pertanyaan adalah (1) ketika shareholder perusahaan mempunyai hak berdasarkan
hukum saat menerima informasi, apakah kita berpikir mereka mempunyai hak untuk
profit yang dihasilkan oleh perusahaan? Apakah pemilik perusahaan mempunyai hak
profit, dan berapa banyak profit yang menjadi hak mereka? (2) apakah dari hak
yang digambarkan pada deklarasi mempunyai konflik dengan hak dengan pemilik
organisasi untuk menerima return dari investasi mereka?
Bagian
kunci dari perdebatan ini adalah bagaimana hak individu ditentukan dan
dipaksakan. Filosof Thomas Habermas mencoba untuk mengarahkan pertanyaan dengan
memulai dari asumsi dasar mengenai keadaan awal manusia. Hobbes, dalam karyanya
bernama Leviathan, memulai dari posisi yang berbeda. Dia mengasumsikan bahwa
individu mempunyai kecenderungan alami untuk menjadi prihatin terutama mengenai
kepentingan mereka dan kemanusiaan. Hobbes mengatakan bahwa manusia secara
alami mempunyai kepentingan pribadi, menyadari bahwa lepasnya kepentingan
pribadi bukan pada kpentingan terbaik mereka, dan bahwa, pada faktanya, cara
terbaik untuk mengamankan kebebasan individu adalah tunduk pada negara, dengan
beberapa persyaratan tentu saja. John Stuart Mill menelusuri pertanyaan sejauh
mana masyarakat masyarakat dapat menerima secara sah kebebasan individu. Banyak
analisis Mill berfokus pada apa yang diketahui sebagai prinsip merugikan,
dimana menyatakan bahwa tindakan diperbolehkan sepanjang tidak merugikan orang
lain. Filosof selanjutnya adalah John Locke yang pemikirannya banyak
dipengaruhi oleh Hobbes. Locke menyatakan argument yang mirip untuk mengapa
individu ingin menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah, bagaimanapun, Two
Treaties of Government menunjukkan arah fungsi legitimasi dari institusi
pemerintah dan bagaimana mereka melanjutkan pengamanan untuk legitimasi
tersebut. Berdasarkan Rousseau, Hobbes, dan Locke, etika individu tidak lepas
dari kaitannya dengan konteks lebih luas dari institusi pendukung. Poin dari
pernyataan ini adalah bahwa akuntansi adalah praktik institusi.
Di atas telah
dijelaskan bagaimana Universal Declaration of Human Right
mencantumkan hak asasi manusia secara komprehensif yang dapat dijadikan hak
dasar bagi semua orang. Cairo Declaration on Human Right dalam Islam menyajikan
alternative hak dasar manusia. Hal ini penting dibahas karena pembahasan
chapter ini menelusuri satu perspektif mengapa persoalan perilaku kita dan
hubungan perspektif ini dengan pandangan umum hak asasi manusia. Alasan mengapa
individu harus beretika dikaitkan dengan kepercayaan, dan hak individu diberikan
oleh Tuhan. Ada dua praktik yang mengindikasikan kepercayaan dan praktik
akuntansi. Pertama yaitu, Quakerism dan Ethical Investment yang mencoba untuk
menerjemahkan kepercayaan mereka ke dalam keuangan. Methodists dan Quakers
secara khusus memainkan peran berpengaruh dalam pengembangan Ethical Investment
di UK dan US dimana mereka melarang investasi pada hal-hal yang terlarang,
seperi rokok, persenjataan, alcohol, dan judi. Kedua, Akuntansi Islam. Akuntansi
Islam dalam sistem Keuangan Islam dikondisikan dengan hukum syariah. Sistem
Keuangan Islam melarang riba, pemberian yang harus dirahasiakan, dan alokasi
dari dana lebih diberikan berdasarkan pada proyek yang bermanfaat dibandingkan
pada return keuangan yang diekspektasikan.
Literatur
filosofi moral politik mendorong kita berpikir profesi akuntan sebagai bagian
dari struktur institusi politik, dan ini juga menyarankan bahwa banyak
pertimbangan dari etika akuntansi harus memasukkan sejumlah refleksi
konseptualisasi hak yang mempraktikkan dukungan akuntansi.
Emmanuel Levinas dan Fenomenologi
Etika, atau Apakah Etika
Levinas dan Rousseau menyajikan posisi yang
berbeda, ada semakin banyak literature akademik yang fokus pada sinergitas
antara mereka, khususnya pada hubungan aspek relasional etika dan pertanyaan
“siapa saya?” persepektif Levinas terlihat secara signifikan dipengaruhi oleh
sejarah Yahudi dan satu jalan untuk memulai kases pemikiran Levinas memulai
sejarah dalam Old Testament. Pendirian Levinas adalah dalam merespon klaim
orang lain bahwa individu menjadi subjek etika. Oleh sebab itu Levinas
menelusuri aspek yang berhubungan dengan moralitas dari perspektif yang cukup
berbeda dengan Rousseau. Zygmut Bauman mengungkapkan posisi Levinas sebagai
berikut, “moralitas memulai dalam ‘tampakan per tampakan’, dan ‘moralitas
adalah perjumpaan dengan yang lain sebagai tampakan.’ Tampakan, seperti
kebanyakan aspek lain etika Levinas cukup tumpul, tetapi kita berpikir bahwa
makna dikaitkan dengan fakta bahwa Levinas adalah murid dari Edmund Husserl,
bapak fenomenologi. Levinas membawa perspektif fenomenologi ke dalam studi
etika. Perspektif fenomenologi dimulau dengan pertanyaan ‘bagaimana sesuatu
mewakili dirinya sendiri kepada kami?’ Jadi, boleh jadi ini tidak mengejutkan
bahwa Levinas datang untuk bertanya,’bagaimana pengalaman etika menwakili
dirinya sendiri kepada kami; apa yang akan diberikan oleh etika?’ dia menyimpulkan bahwa itu mewakili dirinya
sendiri melalui orang lain, melalui perjumpaannya dengan tampakan; melalui
tampakan ke tampakan. Levinas sangat tertarik pada fenomenologi dari kelainan
dan menempatkan fenomenologi pemberian etika dalam hubungan antara diri dan orang
lain.
Zygmunt Bauman
menjelaskan ide Levinas dari asimetri etika :”tampakan ditemukan jika, dan
hanya jika, hubungan saya kepada orang lain terprogram tidak simetris; ini
tidak bergantung pada masa lalu, sekarang,diantispasi atau diharapkan untuk
dibalas orang itu. Dengan kata lain tidak berkaitan dengan hak dan kewajiban
seseorang. Dari perspektif Levinas, kita menjadi makhluk bermoral hanya dengan
mengakui tanggung jawab kita kepada orang lain, individu, bukan pada kumpulan
orang-orang yang dikatakan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar