Kamis, 30 September 2010

tes keperawanan??????

Salam duka buat perempuan-perempuan Indonesia… Salam duka buat perempuan-perempuan Indonesia yang dinilai keperawanannya hanya melalui tes selaput dara… Suara seorang wakil rakyat dari Provinsi Jambi mengisyarakatkan TES KEPERAWANAN untuk calon siswa dan calon mahasiswa. Hal ini disuarakan melihat fenomena remaja yang terjadi dengan sangat bebas. Bantahan terhadap ide ini mengundang kontroversi apalagi bagi Komisi Perlindungan Anak. Mereka memandang bahwa tes keperawanan hanya menimbulkan kelas baru di kalangan siswa, siswa perawan dan tidak perawanan. Bukan hanya itu, tes selaput dara hanya akan menimbulkan diskriminasi bagi anak-anak korban pelecehan seksual dan pemerkosaan yang selaput daranya hilang bukan atas kehendak mereka. Bagaimana defenisi keperawanan itu sendiri??? Keperawanan menurut istilah kesehatan ialah menghubungkan keperawanan dengan eksistensi hymen (selaput dara) pada diri perempuan. Dalam kehidupan patriarki pada dahulu kala pun mengidentikkan keperawanan dengan selaput dara. Sehingga tolak ukur dari keperawanan adalah ada atau tidaknya selaput dara seorang perempuan. Ketidakadaan selaput dara pun menjadi alat justifikasi bahwa seseorang itu tidak suci lagi. Ketidakadaannya dalam diri seorang perempuan menjadikan kedudukan mereka sangat rendah di masyarakat (perempuan nakal / panggilan) karena bentukan pemikiran masyarakat bahwa ketidakadaannya karena hubungan seksualitas illegal. Pantaskah selaput dara menjadi indikator kesucian seorang perempuan? Mahmud Al Shabbagh (Buku Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam), selaput dara yang dimiliki oleh perempuan yang satu sama yang lainnya, ada yang sangat tipis sekali sehingga dapat terkoyak hanya dengan hentakan yang keras/terjembab jatuh, tanpa ia rasa bahwa selaput daranya telah terkoyak. Ada yang sangat elastis dan kuat…. Dari penjelasan di atas sangat jelas ketidakpantasan selaput dara sebagai indicator kesucian. Bahkan menurut penelitian kedokteran, ada seorang perempuan yang lahir tanpa selaput dara. Haruskah ada tes keperawanan sebagai syarat diterima siswa? Berdasarkan penjelasan tentang keperawanan di atas, tes ini sangat tidak pantas. Jika yang diinginkan adalah pemberantasan kenakalan remaja, yang harus dilakukan bukanlah tes tersebut, tetapi pembinaan remaja. Pembekalan tentang pendidikan seksual dini pun tak pelak harus dilakukan. Apalagi, sudah sangat jelas keperawanan bukanlah indicator sebuah kesucian. Jika peraturan tentang ini diberlakukan, tentunya diskriminasi terhadap anak korban pemerkosaan dan pelecehan seksual akan terjadi. Ini sungguh tak adil karena ketidakperawanan ini bukan atas kehendak mereka. Apalagi seandainya tes ini menjadi syarat kelulusan siswa dan mahasiswa, tentunya menimbulkaan kesenjangan social baru di kalangan siswa.