Jumat, 21 Maret 2014

2. Descriptive perspectives on accounting ethics : What factors influence the way accountants respond to ethical dilemmas?

Bab ini akan mengidentifikasi dan memberikan pemahaman mengenai faktor yang dapat mempengaruhi bagaimana individu merespon secara spresifik dilemma moral dalam praktik. Pendekatan etika yang digunakan adalah etika deskriptif. Etika deskriptif berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas  yang membudaya.
Etika Akuntan dan Profesi Lainnya
Ada banyak kasus yang terjadi berkaitan dengan etika seorang akuntan. Peter Harriss Abbott yang menjadi “akuntan terkemuka” yang ditetapkan oleh Lord Chancellor sebagai salah satu akuntan yang dapat menangani kasus kebangkrutan. Akan tetapi, Abbott melakukan kecurangan dan melarikan diri ke Brussels. Kasus Enron menjadi contoh lain tindakan tidak beretikanya seorang akuntan. Kasus Enron terjadi karena perusahan melakukan manipulasi data laba yang diperolehnya dan outsourcing secara total atas fungsi internal audit perusahaan yang pegawainya berasal dari KAP yang melakukan fungsi audit eksternal.
a.    Mantan Chief Audit Executif Enron (Kepala internal audit) semula
adalah partner KAP Andersen yang di tunjuk sebagai akuntan publik perusahaan.
b.   Direktur keuangan Enron berasal dari KAP Andersen.
c.    Sebagian besar Staf akunting Enron berasal dari KAP Andersen.
Tak hanya itu, KAP bersalah atas tuduhan melakukan penghambatan dalam proses peradilan karena telah menghancurkan dokumen-dokumen Enron yang sedang di selidiki. Karena banyaknya kasus etika yang menjerat akuntan, banyak yang mempertanyakan etika seorang akuntan.
Karakteristik Profesi Akuntan
Banyak penelitian yang mengungkapkan hasil mengkhawatirkan mengenai kecenderungan etika mahasiswa dan praktisi akuntansi. Artikel Gray (1994) menemukan bahwa pendidikan yang didapatkan mengambil peran penting dalam pembentukan etika mahasiswa. Hal yang penting dalam pendidikan akunatansi adalah membangun kemampuan intelektual, pekerja yang terdidik dalam bidang akuntansi, dan hanya mempersiapkan ujian bagi seorang professional (menurut beberapa pendapat yang dimuat di Gray,1994). Bahkan Gray menyatakan bahwa pendidikan bisnis dan akuntansi mempunyai efek negatif pada pembangunan etika mahasiswa. Mayer menemukan bahwa mahasiswa bisnis tidak mengakui isu tanggung jawab sosial berkaitan dengan profesionalisme. Pertama, hal ini disebabkan oleh doktrin bahwa bisnis hanya untuk memproduksi barang dan jasa untuk membuat laba dan etika dan tanggung jawab sosial merupakan hal yang tidak penting dalam pembuatan keputusan, kecuali mempunyai dampak langsung terhadap produksi maupun profit. Kedua, profesi akuntan juga menyalahkan ketidakadaan bagian etika yang lebih baik pada kurikulum profesi.
Profesi Lainnya
Profesi lainnya juga memiliki masalah yang sama dengan perilaku etika. Hal ini mengisyaratkan bahwa ada krisis yang luas dalam profesionalisme yang mungkin berhubungan dengan pergeseran perilaku terhadap gagasan profesi.
Moral Development Model’s
Kohlberg’s Model
Kohlberg memiliki gagasan mengenai model untuk menentukan apakah seseorang atau profesi beretika atau tidak yang dinamakan Cognitive Moral Development. Model ini sering digunakan untuk mengukur moral maturity individu berdasarkan respon mereka kepada seri dilemma hipotetikal. Ada tiga level moral maturity individu yaitu pre-conventional, conventional, dan post-conventional. Setiap level terbagi menjadi dua tahapan. Pada tahapan pre-conventional, individu memiliki kecenderungan moral maturity untuk menolah hukuman dan mementingkan kepentingan pribadi. Pada tahapan conventiona, individu memiliki kecenderungan moral maturity yang berdasarkan kepentingan kelompok dan hukum sosial. Pada level terakhir, individu memiliki kecenderungan berdasarkan prinsip moral universal.
Gilligan’s Model
Model ini dikenal dengan etika kepedulian yang menyajikan pandangan yang lebih tertanam dan empatik dalam pengembangan etika.
Atribut Individu dan Perilaku Etika : efek dari Umur dan Gender
Gender lebih diarahkan kepada sifat, bukan kepada factor biologis. Gender, maskulin dan feminis, mempengaruhi perilau etika individu. Umur pun mempengaruhi akuntan terlibat dalam dilemma akuntansi. Umur mempengaruhi seorang akuntan terkait dengan dilema moral.

Etika dan Karakteristik Struktural
Budaya
Banyak bukti yang mengatakan bahwa perbedaan budaya akan berdampak pada etika, walaupun ada yang membuktikan bahwa budaya tidak memiliki pengaruh. Jakubowski dkk. menyarankan bahwa perbedaan kewarganegaraan merefleksikan kode etik akuntan lintas negara. Akan tetapi, Lysonski dan Gaidis menemukan bahwa respon mahasiswa terhadap dilemma etika cenderung sama.  
Organisasi dan Kelompok Individu
Penelitian menyatakan bahwa pembuatan keputusan etika individu dapat berubah ketika mereka menjadi bagian lebih dari kelompok formal. Hal ini disebabkan oleh fenomena “grupthink.” Saat ini, pengaruh keanggotaan kelompok pada perilaku etika telah diperluas melalui ide analisis network.  Literatur juga menyarankan bahwa etika individu seringkali berubah berdasarkan posisi dan tingkatan pekerjaan individu dalam organisasi.
Kategorisasi : Etika dan Peran yang Dimainkan Akuntan
Etika seorang akuntan tidak hanya dihasilkan oleh lingkungan kerja, tetapi juga lingkungan diluar lingkungan kerjanya. Jika seorang akuntan berpikir mengenai isu akuntan dengan cara yang dari kelompok lain, kategori cara yang berbeda akan muncul. Psikologi Kognitif berkembang karena nilai-nilai yang berada di kelompok lain akan memberikan nilai, norma, dan perilaku yang berkaitan dengan life domain yang berbeda.
Etika dan Sifat Dasar Dilema : Etika Situasional
Penelitia juga mengakui bahwa sifat isu etika itu sendiri juga penting dalam memahami kecenderungan etika individu itu sendiri. Ada dua isu yang berkaitan dengan sifat isu etika itu sendiri
Moral Intensity
Intensitas moral dipengaruhi oleh sifat dari sebuah konsekuensi, consensus sosial, posibilitas dampak yang ditimbulkan, kedekatan sementara, kedekatan, dan konsentrasi dampak.
Moral Framing
Moral framing menyarankan bahwa individu merespon dilemma etika dengan dua cara tergantung pada kerangka yang mereka alami. Dua alatnya yaitu bingkai bahasa dan bingkai pemikiran etika.

4. Filosofi Moral Politik dan Etika Akuntansi : Mengapa Akuntan Harus Menjadi Baik?

Bagian akan membahas perdebadatan antara self-interest dari pribadi akuntan atau interest profesi dan fokus pada basis sosial-politik yang lebih luas dari perilaku etika. Bagian ini akan mengulas singkat beberapa literature filosofi moral politik  lebih luas untuk membangun pemahaman lebih lanjut dalam etika akuntansi atau paling tidak menyoroti pertanyaan fundamental bahwa pemahaman etika yang melonjak mengenai akuntansi harus digunakan. Literatur ini akan dibagi dua bagian. Bagian pertama adalah aliran tradisional yang menggambarkan pemikiran yang berlimpah yang dapat ditelusuri dari Jean-Jacques Rousseau dan konsepnya mengenai kotrak sosial. Bagian kedua adalah literatur post-structualist atau postmodern menyediakan titik yang berlawanan pada sejarah demokrasi politik. Tujuan dari dua bagian ini adalah memperluas jenis pertanyasan etika yag dialamatkan oleh akuntan ketika mereka mempertimbangkan etika profesional.
Rousseau dan Komunitas : Atau Siapa Saya?
Rousseau dikenal dengan kontrak sosialnya yang mencakup tidak hanya pada perilaku individu, seperti kebanyakan pertanyaan fundamental “siapa saya?” perspektif Rousseau adalah sebuah cakupan bahwa padangan mereka sendiri tidak diisolasi pada individu, tetapi lebih sebagai masyarakat, anggota dari kelompok dengan tanggung jawab seiring kepada orang lain tetapi juga tanggung jawab masyarakat secara umum kepada kelompok sebagai satu kesatuan. Gambaran Rousseau dari individu yang berada dalam komunitas, dengan tanggung jawab masyarakat kepada komunitas tersebut, menimbulkan pertanyaan yang menantang untuk akuntan. pertanyaan di awal adalah bagaimana akuntan mempersepsikan komunitas professional mereka, dan juga meluas pada fungsi dari akuntan pada masyarakat dan tindakan individu akuntan yang mungkin dibangun sebagai badan untuk melayani tujuan masyarakat. Fakta dari pendidikan akuntansi didasarkan pada asumsi implisit bahwa akuntansi berkontribusi pada pembangunan masyarakat karena dapat memaksimalkan utilitas keuangan dan membantu untuk melanjutkan sistem ekonomi liberal pasar bebas. Dari pengalaman, kita dapat membuat dua observasi, (1) mahasiswa dan praktisi akuntansi tidak terlihat sadar bahwa praktik akuntansi didasarkan pada sejumlah asumsi moral fundamental mengenai bagaimana itu berkontribusi pada masyarakat, (2) karena semua setelah Enron berupaya untuk mengarahkan kurangnya pendidikan etika  dalam profesi.
Hak dan Kewajiban
Perspektif Rousseau biasanya diasosiasikan dengan diskusi yang berkaitan dari hak dan kewajiban individu. Hubungan antara Rousseau dan hak terletak pada asumsi bahwa cara terbaik untuk memperkenalkan dan mempertahankan komunitas adalah mengakui bahwa anggota dari komunitas itu mempunyai hak yang pasti. Dalam akuntansi keuangan, praktik penyediaan seperangkat akun keuangan didasarkan pada hak berdasarkan hukum. Karena shareholdes adalah pemilik perusahaan, hak milik mereka memberi mereka hak informasi mengenai bagaimana uang mereka dan sumber daya digunakan. Bagaimanapun, ada badan yang berwenang yang menelusuri bagaimana perusahaan mempunyai kewajiban untuk memproduksi informasi untuk stakeholder berdasarkan hak asasi manusia. Yang menjadi pertanyaan adalah menentukan secara jelas hak asasi manusia yang harus dipunyai. Universal Declaration of Human Right mencantumkan hak asasi manusia secara komprehensif yang dapat dijadikan hak dasar bagi semua orang. Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah (1) ketika shareholder perusahaan mempunyai hak berdasarkan hukum saat menerima informasi, apakah kita berpikir mereka mempunyai hak untuk profit yang dihasilkan oleh perusahaan? Apakah pemilik perusahaan mempunyai hak profit, dan berapa banyak profit yang menjadi hak mereka? (2) apakah dari hak yang digambarkan pada deklarasi mempunyai konflik dengan hak dengan pemilik organisasi untuk menerima return dari investasi mereka?
Bagian kunci dari perdebatan ini adalah bagaimana hak individu ditentukan dan dipaksakan. Filosof Thomas Habermas mencoba untuk mengarahkan pertanyaan dengan memulai dari asumsi dasar mengenai keadaan awal manusia. Hobbes, dalam karyanya bernama Leviathan, memulai dari posisi yang berbeda. Dia mengasumsikan bahwa individu mempunyai kecenderungan alami untuk menjadi prihatin terutama mengenai kepentingan mereka dan kemanusiaan. Hobbes mengatakan bahwa manusia secara alami mempunyai kepentingan pribadi, menyadari bahwa lepasnya kepentingan pribadi bukan pada kpentingan terbaik mereka, dan bahwa, pada faktanya, cara terbaik untuk mengamankan kebebasan individu adalah tunduk pada negara, dengan beberapa persyaratan tentu saja. John Stuart Mill menelusuri pertanyaan sejauh mana masyarakat masyarakat dapat menerima secara sah kebebasan individu. Banyak analisis Mill berfokus pada apa yang diketahui sebagai prinsip merugikan, dimana menyatakan bahwa tindakan diperbolehkan sepanjang tidak merugikan orang lain. Filosof selanjutnya adalah John Locke yang pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Hobbes. Locke menyatakan argument yang mirip untuk mengapa individu ingin menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah, bagaimanapun, Two Treaties of Government menunjukkan arah fungsi legitimasi dari institusi pemerintah dan bagaimana mereka melanjutkan pengamanan untuk legitimasi tersebut. Berdasarkan Rousseau, Hobbes, dan Locke, etika individu tidak lepas dari kaitannya dengan konteks lebih luas dari institusi pendukung. Poin dari pernyataan ini adalah bahwa akuntansi adalah praktik institusi.
Di atas telah dijelaskan bagaimana Universal Declaration of Human Right mencantumkan hak asasi manusia secara komprehensif yang dapat dijadikan hak dasar bagi semua orang. Cairo Declaration on Human Right dalam Islam menyajikan alternative hak dasar manusia. Hal ini penting dibahas karena pembahasan chapter ini menelusuri satu perspektif mengapa persoalan perilaku kita dan hubungan perspektif ini dengan pandangan umum hak asasi manusia. Alasan mengapa individu harus beretika dikaitkan dengan kepercayaan, dan hak individu diberikan oleh Tuhan. Ada dua praktik yang mengindikasikan kepercayaan dan praktik akuntansi. Pertama yaitu, Quakerism dan Ethical Investment yang mencoba untuk menerjemahkan kepercayaan mereka ke dalam keuangan. Methodists dan Quakers secara khusus memainkan peran berpengaruh dalam pengembangan Ethical Investment di UK dan US dimana mereka melarang investasi pada hal-hal yang terlarang, seperi rokok, persenjataan, alcohol, dan judi. Kedua, Akuntansi Islam. Akuntansi Islam dalam sistem Keuangan Islam dikondisikan dengan hukum syariah. Sistem Keuangan Islam melarang riba, pemberian yang harus dirahasiakan, dan alokasi dari dana lebih diberikan berdasarkan pada proyek yang bermanfaat dibandingkan pada return keuangan yang diekspektasikan.
Literatur filosofi moral politik mendorong kita berpikir profesi akuntan sebagai bagian dari struktur institusi politik, dan ini juga menyarankan bahwa banyak pertimbangan dari etika akuntansi harus memasukkan sejumlah refleksi konseptualisasi hak yang mempraktikkan dukungan akuntansi.
Emmanuel Levinas dan Fenomenologi Etika, atau Apakah Etika
 Levinas dan Rousseau menyajikan posisi yang berbeda, ada semakin banyak literature akademik yang fokus pada sinergitas antara mereka, khususnya pada hubungan aspek relasional etika dan pertanyaan “siapa saya?” persepektif Levinas terlihat secara signifikan dipengaruhi oleh sejarah Yahudi dan satu jalan untuk memulai kases pemikiran Levinas memulai sejarah dalam Old Testament. Pendirian Levinas adalah dalam merespon klaim orang lain bahwa individu menjadi subjek etika. Oleh sebab itu Levinas menelusuri aspek yang berhubungan dengan moralitas dari perspektif yang cukup berbeda dengan Rousseau. Zygmut Bauman mengungkapkan posisi Levinas sebagai berikut, “moralitas memulai dalam ‘tampakan per tampakan’, dan ‘moralitas adalah perjumpaan dengan yang lain sebagai tampakan.’ Tampakan, seperti kebanyakan aspek lain etika Levinas cukup tumpul, tetapi kita berpikir bahwa makna dikaitkan dengan fakta bahwa Levinas adalah murid dari Edmund Husserl, bapak fenomenologi. Levinas membawa perspektif fenomenologi ke dalam studi etika. Perspektif fenomenologi dimulau dengan pertanyaan ‘bagaimana sesuatu mewakili dirinya sendiri kepada kami?’ Jadi, boleh jadi ini tidak mengejutkan bahwa Levinas datang untuk bertanya,’bagaimana pengalaman etika menwakili dirinya sendiri kepada kami; apa yang akan diberikan oleh etika?’  dia menyimpulkan bahwa itu mewakili dirinya sendiri melalui orang lain, melalui perjumpaannya dengan tampakan; melalui tampakan ke tampakan. Levinas sangat tertarik pada fenomenologi dari kelainan dan menempatkan fenomenologi pemberian etika dalam hubungan antara diri dan orang lain.
Zygmunt Bauman menjelaskan ide Levinas dari asimetri etika :”tampakan ditemukan jika, dan hanya jika, hubungan saya kepada orang lain terprogram tidak simetris; ini tidak bergantung pada masa lalu, sekarang,diantispasi atau diharapkan untuk dibalas orang itu. Dengan kata lain tidak berkaitan dengan hak dan kewajiban seseorang. Dari perspektif Levinas, kita menjadi makhluk bermoral hanya dengan mengakui tanggung jawab kita kepada orang lain, individu, bukan pada kumpulan orang-orang yang dikatakan masyarakat.

5.POST AND NEW-MODERN PERPECTIVES ON ACCOUNTING ETHICS : How have Accountant become ethical?

Introduction
Pada bab ini akan dibahas perspektif postmodern dan apa yang kita kenal dengan perspektif newmodern dalam etika. Perspektif postmodern membangun analisis yang lebih kritis dari hubungan antara identitas etika individu dan kekuasaan (atau lebih tepatnya, cara dimana kekuasaan dapat beroperasi untuk membuat individu sebagai subjek etika). Perspektif New Modern akan membicarakan Habermas, pemikir dari Jerman yang terkenal. Habermas mengkritisi cara beberapa perspektif postmodern yang timbul untuk meninggalkan pemikiran rasional yang sangat mungkin, dan dia mencoba untuk menyelamatkan fungsi dari alasan dalam mengatasi tantangan yang kita hadapi sebagai masyarakat.  
Perspektif Postmodern
Pemikir postmodern salah satunya adalah Nietzsche yang berpendapat bahwa ini adalah ide dari moralitas itu sendirilah yang berbahaya dibandikan perilaku tidak beretika. Nietszhe secara fundamental menantang fokus dari analisis etika konventional. Analisis postmodern tergambarkan pada premis dasar Nietzsche untuk mendorong kajian dari etika individu jauh dari pertanyaan bagaimana individu harus berperilaku, menuju cara di mana pengertian tentang baik dan buruk datang, dipertahankan dan beroperasi. Etika dipandang tidak utama dalam bentuk esensial dan normative; tapi perspektif postmodern menelusuri bagaimana gagasan etika, dalam hal apa yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, menjadi dapat didefinisikan. Bagian dari diskusi postmodern mengenai etika merujuk pada kerja (tetapi bukan dalam makna kesengajaan) yang berlangsung untuk melanjutkan bingkai dari referensi ini.  
Foucault’s Ethics
Foucault mengajukan pertanyaan : bagaimana individu menjadi subjek etika? Atau, lebih spesifik, bagaimana pemahaman diri mengenai etika timbul? Foucault’s berpendapat mengenai kerangka etika yang mendasari dalam bentuk empat element utama
1.      Makna dimana kita mengubah diri kita menjadi subjek etika.
Foucault menggunakan bentuk self-discipline untuk merujuk pada kekuatan disiplin bahwa kita biasanya mengerjakan yang berlawanan dengan diri kita untuk mengatur tindakan kita. Foucault tertarik pada bagaimana individu dengan sengaja dan dalam banyak hal dengan senang hati menjalankan kekuasaan terhadap diri mereka. Foucault tidak menyarankan bahwa ada grup pengendali dari induvidu sengaja menyusun strategi mengenai bagaimana individu sengaja menyusun strategi bagaimana cara terbaik untuk mendapatkan kita untuk mendisiplinkan diri.
2.      The telos
Telos berkaitan dengan tipe individu yang kita cita-citakan ketika kita mendisiplinkan diri agar berperilaku secara moral. Dikaitkan dengan akuntan, akuntan secara umum dipandang dalam rubric ekonomi pasar neoclassical dimana korporasi dipandang bertanggung jawab kepada masyarakat utamanya untuk memaksimalkan efisiensi dan kekayaan pemilik saham. Keputusan ekonomi yang rasional dijustifikasi semata-mata dari dampak keuangan mereka dalam profit. Sedangkan tipe masing-masing akuntan bercita-cita menjadi meragukan muncul dari campuran kompleks dari sejarah personal, peneliti menyarankan bahwa gagasan dari efisiensi dan maksimalisasi kekayaan mungkin kuat tertanam dalam telos akuntansi.
3.      Substansi etika
Elemen ini merujuk pada area dari kehidupan kita yang kita ambil menjadi daerah untuk penilaian etika atau, menaruh itu dnegan cara lain, dimana bagian dari kehidupan kita yang terikat dengan penalaran etika kita. Banyak penelitian mengindikasikan bahwa akuntan tidak dapat melihat praktik akuntansi sebagai sesuatu yang menyangkut pertimbangan moral semuanya.
4.      Bentuk penaklukan
Elemen ini merujuk pada media fundamental melalui dimana kita datang untuk mengakui kewajiban moral kita. Sebagai contoh, dalam akuntansi, tanggung jawab moral disebabkan utamanya melalui rasio, analisis ekonomi, bagaimanapun, tipe penaklukan dapat disamakan dengan pepatah agama.
New-Modern Perspectives : Habermas and Discourse Ethics
Habermas menyajikan perspektif yang sedikit berbeda dengan etika yang disajikan oleh Foucault. Habermas berfokus pada bagaimana kita, sebagai masyarakat, dapat mengerjakna sesuatu secara bersama-sama, bagaimana kita dapat dengan baik memutuskan sebagai masyarakat apa yang kita kerjakan. Fokus pada fungsi masyarakat dalam menentukan arah tindakan yang sesuai sangatlah penting.  Untuk memulai pemahaman Habermas pada etika, kita perlu untuk memulai dengan masalah yang cukup rumit : masalah dari bagaimana kita mengerti setiap orang, atau masalah interpretasi dan pemaknaan tindakan. Banyak pertanyaan bahwa Habermas terikat dengan hubungan komunikasi dan pemahaman yang berkaitan dengan kajian yang dinamakan hermeneutika. Habermas tertarik pada kekuasaan. Dalam fakta datang dari tradisi dari pemikir kritis terkenal yang disebut The Frankurt Schools di Jerman. Habermas, pertama ingin menggambarkan minat pada struktur sosial-ekonomi dan hubungan kekuasaan yang mempengaruhi cara kita menurunkan makna dan pemahaman dari tindakan sosial. Outwaite (1994) merefleksikan perhatian Habermas cukup tegas ketika dia mengatakan bahwa bahasa tidak hanya bermakna komunikasi tetapi itu juga “media dominasi dan kekuasaan sosial”. Habermas mengonsepkan cara dalam kekuasaan beroperasi melalui makna dalam bentuk distorsi komunikasi.
Berbeda dengan distorsi komunikasi yang berlaku, Habermas membangun konsep situasi ‘bahasa ideal’. Teori Habermas tentang komunikasi adalah sebuah usaha untuk merespon tantangan hermeutika yang ditingkatkan oleh ahli teori kritis sebelumnya dan oleh filosof hermeneutika. Penting untuk mengapresiasi bahwa Habermas tidak menyatakan bahwa setiap orang harus berkontribusi pada diskusi dan konteribusi setiap orang valid dengan yang lainnya. Habermas menyatakan bahwa argumen yang paling beralasan harus merata. Hal yang penting bahwa kami ingin Anda untuk mengambil dari diskusi ini adalah fokus Habermas pada tindakan dan proses. Untuk Habermas, suatu tindakan tertentu tidakdapat dibenarkan kecuali itu telah muncul dari jenis tindakan komunikatif kolektif, sebuah proses dimana dia mempersyaratkan situasi bahasa ideal.
Postmodern and New Modern Perspectives
Habermas dan Foucault berfokus dengan kekuasaan dan cara instrumentalis kita beralasan, dengan kata lain obsesi dengan bagaimana secara efisien dan efektif kita bisa mendapatkan sesuatu dilakukan tanpa merefleksikan pada bagaimana mereka melakukan yang berharga.bagaimanapun, Habermas berbicara cara tindakan komunikasi menjadi “dijajah” oleh instrumen rasionalitas dan Foucault berbicara mengenai normalisasi. Habermas dan Foucault mempunyai respon yang berbeda dan kitamenggunakan posisi mereka sebagai contoh dari dua kompetisi tren intelektual. Perbedaan ini mungkin dapat berguna untuk menyediakan deskripsi dari modernitas sebagai modernitas yang akan muncul, paling tidak pada permukaan, menjadi berkaitan dengan gagasan ini. Perbedaan ini juga merujuk pada banyak karakteristik jenis individu yang hidup dengan masyarakat postmodern.
Perbedaan antara postmodernisme dan moderisme tidaklah mudah, kita tidak bisa mendapatkan argument yang dapat membantu kita untuk tujuan utama kita. Jika tidak ada, perdebatan harusnya membuat kita jeli pada kemungkinan bahwa hasil dari profesi akuntansi selama beberapa tahun terakhir untuk memperkenalkan pelajaran etika, kode etik, dan pelaporan tanggung jawab sosial perusahaan mungkin dalam cara yang paradox bekerja bertentangan dengan etika. Ini mengambil lebih positif tentang etika postmodern tidak hanya menahan kecenderungan untuk menyajikan perilaku etis dengan cara yang berguna, tetapi juga kewaspadaan terhadap jaminan yang menyenangkan bahwa etika dapat menjadi mudah diidentifikasi dan dipulihkan dalam bisnis dengan beberapa metode formulatif, dan diatur secara pantas. Perspektif ini berusaha untuk mempertahankan komitmen pada moral yang lebih luas, warga negara dan aspirasi demokratis tanpa tergelincir dalam hal-hal bersifat preskriptif semata.