Kamis, 05 Desember 2013

SURAT RINDU DI TAHUN KETUJUH

Saya memanggilnya Mama. Saya tahu sewaktu kecil saya banyak kemauan dan dia selalu memenuhinya. Itu dulu sekitar dua puluh tahun yang lalu. Sangat berbeda sejak tujuh tahun yang lalu hingga sekarang. Di umurku yang masih labil, ia pergi bukan sementara, tetapi selamanya. Dia tidak meminta apa-apa saat ia pergi, tidak seperti saya sewaktu kecil. Saya bahkan belum mengajaknya untuk menikmati foto bersamaku dengan toga dan jubah sarjana di PTN favorit. Saya bahkan belum pernah membelikan makanan kesukaan dengan gaji yang pernah kuperoleh. Saya bahkan tidak akan pernah memenuhi janjiku untuk mengajaknya jalan-jalan keluar pulau Sulawesi. Dia pergi tujuh tahun yang lalu. Ya,, tujuh tahun yang lalu, menguburkan dua kali angan-anganku berfoto dengannya dengan toga sarjanaku. Ya, tujuh tahun yang lalu, menguburkan angan-anganku berangkat bersamanya ke destinasi impian kita berdua. Ya,, tujuh tahun yang lalu, menguburkan angan-anganku mengajaknya jajan di tempat makan yang kujanjikan akan kami datangi setelah saya bekerja. Ditambah lagi dia tidak akan menemaniku suatu saat dimana saya berada di atas pelaminan, bahkan yang lebih parah saat kesakitan di ruang persalinan. Bagaimana kabarmu di sana? Malam ini ada rindu menyelinap untukmu. Di antara tumpukan kertas tugasku, kuselipkan surat rinduku untukmu. Surat cinta anakmu yang merindukanmu menggambarkan perjalanan setahunku dari 6 desember tahun sebelumnya ke 6 desember berikutnya. Toga baru, kampus baru, teman baru, guru baru, kota baru, buku baru, perasaan baru, persiapan menghadapi momen baru, sayangnya kau tak di sini menemaniku melewatinya. Ah, saya merindukanmu. Oiya, tak lupa kutitipkan rindu Bapak yang sudah tua dan ditemani tongkat, ketujuh kakak dan iparku, dan 3 bocah kecil kesayanganmu. Kakak-kakakku tidak melupakan janji mereka kepadamu, Ma untuk menyekolahkanku setinggi mungkin, bahkan hingga kini saat kuberusaha meraih toga ketigaku. Ma, kuselipkan satu nama baru, nama yang mungkin tak asing lagi bagimu. Dia menitip rindu buatmu. Salam rindu buatmu. Rindu yang tertahan selama tujuh tahun ini dan akan pecah jika suatu saat kita bertemu di hadapan-Nya. Al-fatihah untukmu, Ma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar